http://kawanishare.blogspot.com/ | KAWANI MEDIA |
Pendahuluan
Pengarang
Direktorat Jenderal
Urusan Kebudayaan Islam Universitas Al-Azhar meminta kepada saya untuk memenuhi
keinginan Universitas, agar saya menyusun buku-buku kecil yang sederhana untuk
diterjemah ke dalam bahasa Inggris, guna memperkenalkan Islam kepada masyarakat
Eropah dan Amerika, khususnya ummat Islam di sana; di camping sebagai usaha
da’wah untuk orang luar Islam.
Rencana penyusunan
buku-buku kecil sebagai tersebut, sangat baik sekali yang sudah seharusnya
direalisir sejak lama, sebab masyarakat Islam di Eropah dan Amerika mengenal
Islam hanya sedikit sekali. Sedang yang sedikit itupun tidak lepas dari
kekeliruan dan kesalahan.
Dalam waktu dekat
,
seorang rekan lulusan Al-Azhar yang dikirim ke salah satu negara bagian USA
mengirimkan surat kepada saya, ia mengatakan: “Bahwa kebanyakan ummat Islam di
negara ini mencari pencaharian dengan membuka bar-bar dan memperdagangkan arak
dengan tidak merasa bahwa hal tersebut suatu dosa besar dalam pandangan hukum
Islam.”
Dalam suratnya itu
dikatakan pula: “Bahwa laki-laki muslim di negara tersebut banyak yang
mengawini perempuan-perempuan Kristen dan Yahudi –mungkin juga penyembah
berhala– dengan meninggalkan perempuan-perempuan muslimah, mereka ini banyak
yang tidak laku, dan sebagainya …”
Kalau demikian
keadaannya ummat Islam, bagaimana lagi gerangan yang bukan muslim? Mereka tidak
mengenal hanya bentuk muka yang jahat tentang Islam, Nabi Muhammad dan para
pengikutnya dikenal dengan sifat-sifat yang tidak baik. Bentuk mana merupakan
usaha-usaha propagandis Kristen dan kaum penjajah yang berbisa, yaitu dengan
merendahkan Islam dalam berbagai seginya. Hal ini justeru terjadi di saat kita
sedang lengah dan lalai.
Kini telah tiba
waktunya untuk memulai rencana itu serta merealisir cita-cita yang sangat
dibutuhkan demi berda’wah kepada Islam dan hal ini meminta diperhatikan dengan
serius. Untuk mencapai langkah yang sangat baik ini, harus kita bentuk suatu
kelompok yang benar-benar sanggup mempertahankan dan melaksanakannya baik di
kalangan Al-Azhar sendiri maupun di luar Azhar, dengan suatu permintaan kepada
mereka ini supaya mau menghadapi lebih serius diiringi suatu doa semoga mereka
selalu beroleh taufiq dari Allah.
Pokok persoalan yang
diberikan kepada saya yaitu tentang masalah “HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM”.
Direktorat itu berpesan kepada saya agar saya menulis persoalan tersebut dengan
sederhana (sederhana) dan mudah difahami serta diadakan comparative
(perbandingan) dengan pandangan agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan lain.
Barangkali nampaknya
persoalan “HALAL DAN HARAM” untuk pertama kalinya amat mudah, tetapi
kenyataannya sangat sukar. Pengarang-pengarang di masa-masa yang telah lalu
maupun yang belakangan ini belum ada yang menulis secara khusus persoalan
tersebut. Akan tetapi penulis sendiri menjumpainya berserakan dalam beberapa
bab di kitab-kitab Fiqih, dan juga sebagiannya di kitab-kitab Tafsir dan Hadis.
Persoalan inilah yang
mendorong penulis dengan serius untuk memperhatikan beberapa persoalan yang
oleh ulama-ulama dahulu diperselisihkan hukumnya dan ditentang pula oleh
pendapat-pendapat ahli Hadis tentang persoalannya maupun alasan-alasannya.
Untuk mentarjih suatu
pendapat lainnya dalam masalah halal dan haram diperlukan suatu pembahasan dan
penelitian yang lama sekali; disamping penulis sendiri harus mengikhlaskan diri
kepada Allah guna mencari yang benar, sebagai suatu keharusan yang harus
ditempuh manusia.
Saya melihat
kebanyakan para penyelidik Islam di zaman modern ini hampir-hampir terbagi
dalam dua golongan:
Golongan
Pertama: pandangannya
disambar oleh kilauan kebudayaan barat; dan berhala yang besar ini ditakuti
mereka sehingga kebudayaan itu disembahnya. Dan untuk ini mereka lakukan dengan
penuh pengorbanan serta berdiri di hadapannya dengan menundukkan pandangannya
dengan penuh kerendahan. Cara berfikir dan tradisi barat ini mereka jadikan
sebagai suatu persoalan yang diterima yang tidak perlu ditentang dan
diperdebatkan. Kalau Islam itu sesuai dengan fikiran dan tradisi barat, mereka
menyambutnya; tetapi kalau bertentangan, mereka berusaha mencari jalan untuk
mendekatkan, atau beralasan dan menjelaskan, atau mentakwil dan merubahnya,
yang seolah-olah Islam itu diharuskan tunduk kepada kebudayaan barat, filsafat
barat dan tradisi barat.
Demikian menurut apa
yang dapat kami tangkap dari pembicaraan mereka tentang sesuatu yang diharamkan
oleh Islam, misalnya: patung, lotre, rente (riba), free love, penonjolan
anggota wanita, laki-laki memakai emas dan sutera dan sebagainya.
Dan begitu juga dalam
pembicaraannya tentang sesuatu yang dihalalkan Islam, misalnya: masalah talaq
dan poligami. Yang seolah-olah apa yang disebut halal dalam pandangan mereka;
yaitu sesuatu yang dianggap halal oleh Barat. Dan yang dikatakan haram, yaitu
sesuatu yang dianggap haram oleh Barat.
Mereka lupa, bahwa
Islam itu Kalamullah (perkataan Allah), sedang Kalamullah itu selamanya tinggi;
dia diikuti, bukan mengikuti, dia tinggi tidak dapat diatasi. Oleh karena itu
bagaimana mungkin Allah akan mengikuti hambaNya; bagaimana pula Khaliq
(pencipta) mengikuti Makhluk (yang dicipta)?
Firman Allah:“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, niscaya langit dan bumi ini serta makhluk yang didalamnya akan rusak!” (al-Mu’minun: 71)“Katakanlah Muhammad! Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat menunjukkan ke jalan yang benar? Katakanlah: Allahlah yang menunjukkan ke jalan yang benar. Apakah Dzat yang menunjukkan ke jalan yang benar itu yang lebih patut diikuti ataukah orang yang tidak dapat memimpin kecuali (sesudah) dia dipimpin (itu yang lebih patut diikuti)? Bagaimana kamu berbuat begitu? Bagaimana kamu mengambil keputusan?” (Yunus: 35)
Golongan
Kedua: terlalu apatis, fikirannya
beku dalam menilai beberapa masalah halal dan haram, karena mengikuti apa yang
sudah ditulis dalam kitab-kitab, dengan suatu anggapan, bahwa itu adalah Islam.
Pendapatnya samasekali tidak mau bergeser, kendati seutas rambut; tidak mau
berusaha untuk menguji kekuatan dalil yang dipakai oleh madzhabnya untuk
dibandingkan dengan dalil-dalil yang dipakai orang lain, guna mengambil suatu
kesimpulan yang benar sesudah ditimbang dan diteliti.
Apabila mereka ditanya
tentang hukumnya musik, nyanyian, catur, mengajar perempuan, perempuan membuka
wajah dan tangannya dan sebagainya, maka omongan yang paling mudah keluar dari
mulutnya ataupun penanya yang bergores, adalah kata-kata haram.
Golongan ini lupa
etika yang dipakai oleh salafus-shalih (orang-orang dulu yang saleh), dimana
mereka samasekali tidak pernah mengatakan haram, kecuali setelah diketahuinya
dalil yang mengharamkannya dengan positif. Sedang yang belum begitu jelas,
mereka mengatakan: “Kami membenci”, “Kami tidak suka”, dan sebagainya.
Saya sendiri berusaha
untuk tidak termasuk pada salah satu dari dua golongan di atas.
Saya tidak rela –demi
membela agamaku– untuk menjadikan Barat sebagai suatu persembahan, sesudah saya
menerima Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai
Rasul!
Saya pun tidak rela
–rasioku– terikat dengan suatu madzhab, dalam seluruh persoalan dan masalah,
salah benar hanya mengikuti satu madzhab. Seorang muqallid (ikut-ikutan)
menurut Ibnul Jauzie: “Tidak dapat dipercaya tentang apa yang diikutinya itu,
dan taqlid itu sendiri sudah menghilangkan arti rasio, sebab rasio dicipta buat
berfikir dan menganalisa. Buruk sekali orang yang diberi lilin tetapi dia
berjalan dalam kegelapan.”
Benar! Memang saya
tidak akan berusaha untuk mengikatkan diriku pada salah satu madzhab fiqih yang
ada di dunia ini. Sebab kebenaran itu bukan dimiliki oleh satu madzhab saja.
Dan imam-imam madzhab itu sendiri tidak pernah menganjurkan demikian. Mereka
hanya berijtihad untuk mengetahui yang benar. Jika ternyata ijtihad mereka itu
salah, akan mendapat satu pahala; dan jika benar, akan mendapat dua pahala.
Imam Malik r.a. berkata: “Setiap orang, omongannya boleh diambil dan boleh juga ditolak, kecuali Nabi Muhammad s.a.w.”
Imam Syafi’i r.a. berkata: “Apa yang saya anggap benar, mungkin juga salah; dan yang saya anggap salah, mungkin juga benar.”
Oleh karena itu tidak
pantas seorang muslim yang berpengetahuan (alim) dan memiliki peralatan untuk
menimbang dan menguji, bahwa dia akan menjadi tahanan oleh suatu madzhab, atau
tunduk kepada pendapat seorang ahli fiqih. Tetapi seharusnya dia mau menjadi
tawanan hujjah dan dalil. Selama dalil itu sah dan hujjahnya kuat, maka dialah
yang lebih patut diikuti. Kalau sanadnya itu lemah dan hujjahnya pun tidak
kuat, dia harus ditolak tidak memandang siapapun yang mengatakannya. Justeru
itulah sejak pagi-pagi Ali r.a. mengatakan: “Jangan kamu kenali kebenaran itu
karena manusianya, tetapi kenalilah kebenaran itu, maka kamu akan kenal
orangnya.”
Saya berusaha akan
memenuhi permintaan Direktorat Jenderal Kebudayaan itu semaksimal mungkin.
Dalam hal ini saya akan selalu menjuruskan kepada masalah dalil, alasan dan
partimbangan dengan bantuan analisa ilmiah dan pengetahuan modern yang
mutakhir. Dan alhamdulillah, bahwa Islam memancar dengan membawa sejumlah dalil,
karena Islam adalah agama universal dan abadi, yaitu seperti dikatakan Allah:
“(Islam) adalah ciptaan Allah, dan siapakah yang lebih baik ciptaannya selain Allah?” (al-Baqarah: 138)
HALAL DAN HARAM sudah
lama dikenal oleh tiap-tiap ummat, sekalipun masing-masing berbeda dalam
ukurannya, macamnya dan sebab-sebabnya. Kebanyakan dikaitkan dengan kepercayaan
primitif, khurafat dan dongeng-dongeng.
Kemudian datanglah
agama-agama Samawi yang besar-besar dengan membawa berbagai peraturan dan
rekomendasi tentang halal dan haram yang mengangkat martabat manusia dari
tingkatan khurafat, dongeng-dongeng, dan hidup primitif, menjadi manusia yang
mulia dan terhormat. Akan tetapi sebagian yang halal dan haram itu disesuaikan
dengan keadaan dan kondisi, serta berkembang menurut perkembangan manusia itu
sendiri serta mengikuti perkembangan situasi dan kondisi.
Dalam agama Yahudi
misalnya, ada beberapa hal yang diharamkan yang bersifat preventif sebagai
suatu hukuman Allah terhadap Bani Israel karena kezaliman mereka. Hukum ini
tidak dimaksudkan untuk berlaku selama-lamanya. Justeru itu al-Quran menuturkan
perkataan Isa al-Masih kepada Bani Israel sebagai berikut:
“(Bahwa aku) membenarkan kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, dan supaya aku menghalalkan kepadamu sebagian yang pernah diharamkan atas kamu.” (ali-Imran: 50)
Setelah Islam datang,
keadaan ummat manusia sudah makin meluncur, maka sudah tepat pada waktunya
Allah menurunkan agamaNya yang terakhir itu. Hukum yang berlaku di kalangan
ummat manusia ini ditutupnya dengan syariat Islam yang komplit, menyeluruh dan
abadi (universal).
Dalam hal ini dapat
kita baca firman Allah yang berhubungan dengan masalah haramnya makanan-makanan
sebagai tersebut dalam surah al-Maidah, yaitu sebagai berikut:
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Aku sempurnakan atas kamu nikmatKu, dan Aku telah rela untukmu Islam sebagai agama.” (al-Maidah: 3)
Cara berfikirnya Islam
dalam persoalan halal dan haram sangat sederhana dan jelas. Cara berfikir ini
merupakan satu bagian dari amanat yang besar yang tidak diterima oleh langit,
bumi dan gunung dengan dalih semua tidak sanggup memikulnya, tetapi kemudian
manusia sanggup.
Amanat kewajiban Allah
serta pertanggungan jawab manusia sebagai khalifah di permukaan bumi ini,
adalah merupakan suatu pertanggungan jawab yang membawa konsekwensi dan
merupakan dasar tindakan suatu hukum bagi manusia apakah dia itu diberi pahala
atau disiksa. Untuk itulah maka manusia diberinya akal (rasio) dan berkehendak
serta diutusnya para Rasul dengan membawa kitab. Oleh karena itu dia tidak akan
ditanya: mengapa ada halal dan haram? Mengapa saya tidak membiarkan kendali itu
tetap lepas?
Ini benar-benar
merupakan suatu ujian khusus untuk manusia mukallaf, dan kiranya dengan itu
manusia dapat berbeda dengan makhluk-makhluk Allah yang semata-mata Roh seperti
Malaikat dan yang semata-mata syahwat seperti binatang, Dengan demikian manusia
adalah makhluk tengah-tengah yang dapat meningkat menjadi Malaikat atau lebih,
atau meluncur seperti binatang dan lebih rendah dari binatang.
Dan dari segi lain,
bahwa halal dan haram beredar menurut perputaran perundang-undangan Islam
secara umum, yaitu suatu perundang-undangan yang berdiri di atas landasan demi
mewujudkan kebaikan untuk ummat manusia dan menghilangkan beban yang berat
serta mempermudah ummat manusia.
Perundang-undangan
Islam tetap menegakkan prinsip menghilangkan mafsadah dan mendatangkan maslahah
untuk segenap ummat manusia, baik jasmaninya, jiwanya, rasionya, masyarakat
keseluruhannya, yang kaya, yang miskin, penguasa, rakyat, laki-laki, perempuan;
dan maslahah untuk seluruh macam manusia baik jenisnya, kulitnya,
kebangsaannya, pada setiap masa dan generasi.
Oleh karena itu tepat
kalau agama ini datang dengan membawa rahmat yang meliputi seluruh hamba Allah
sampai pada akhir perkembangan manusia. Hal ini telah dinyatakan Allah sendiri
dalam firmanNya:
“Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan membawa rahmat bagi segenap makhluk.” (al-Anbia’: 107)
Dan telah dinyatakan
juga oleh Rasulullah s.a.w. dalam Hadisnya yang berbunyi sebagai berikut:
“Saya hanya diutus sebagai rahmat dan membimbing. ” (Riwayat al-Hakim, dan disahkan oleh adz-Dzahabi)
Salah satu daripada
bentuk rahmatNya ini ialah: dengan meniadakan dari ummat ini semua macam
penekanan, dosa-dosa karena melakukan yang halal seperti yang diada-adakan oleh
kaum watsaniyin dan ahli kitab, sehingga mereka berani mengharamkan yang baik
dan menghalalkan yang jelek.
Firman Allah:
“… RahmatKu meliputi segala sesuatu, maka akan Kutetapkan dia itu untuk orang-orang yang taqwa dan mengeluarkan zakat serta orang-orang yang mau beriman dengan ayat-ayatKu. Yaitu orang-orang yang mau mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang telah mereka jumpainya tertulis di sisi mereka dalam kitab Taurat dan Injil. Nabi tersebut akan memerintah mereka untuk beramar ma’ruf dan nahi mungkar, dan menghalalkan yang baik, dan mengharamkan yang jelek dan menghilangkan dari mereka beban yang berat dan belenggu yang ada atas mereka.” (al-A’raf: 156-157)
Undang-undang Dasar
Islam tercermin dalam dua ayat yang kami bawakan juga dalam kitab ini, yaitu:
“Katakanlah:Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan Allah yang telah dikeluarkan untuk hambaNya dan rezeki-rezeki yang baik itu?” (al-A’raf: 32)
“Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan yang jelek, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan dosa, dan kejahatan yang tidak benar, dan kamu menyekutukan Allah dengan suatu yang Allah samasekali tidak menurunkan hujjah, dan kamu mengatakan atas (nama) Allah sesuatu yang kamu tidak tahu.” (al-A’raf: 33)
Saya yakin, bahwa
pentingnya persoalan Halal dan Haram menjadikan kitab ini betapapun kecilnya
telah dapat mengisi kekosongan literatur Islam yang baru dan dapat memecahkan
problema-problema yang kini sedang dihadapi oleh ummat Islam, baik dalam
kehidupannya sebagai perseorangan, rumah tangga maupun masyarakat luas. Dan
kiranya telah dapat menjawab seluruh pertanyaan: apa yang dihalalkan buat saya?
Dan apa pula yang diharamkan atas diri saya? Apa hikmah diharamkannya ini dan
dihalalkannya itu?
Akhirnya, tidak ada
yang mampu saya katakan dalam mengakhiri muqaddimah ini, melainkan saya harus
berterimakasih kepada Syaihul Azhar dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Islam
yang telah memberi kepadaku suatu kepercayaan untuk menulis persoalan tersebut
pada pagi-pagi buta.
Dan saya pun
mengharap: semoga apa yang saya tulis ini berarti saya telah menunaikan
kepercayaan itu dan merealisir apa yang dimaksud.
Dan kepada Allah jua
saya memohon semoga kitab ini besar manfaatnya dan memberinya kepadaku
perkataan dan perbuatan yang benar, serta menjauhkan saya dari fikiran dan pena
yang melampaui batas, dan mempersiapkan untuk suatu pimpinan dalam persoalanku
ini. Sesungguhnya Dia selalu mendengarkan doa!
SYEKH YUSUF EL-QARDHAWIPengarang
Diposting Oleh : kawani media
Anda sedang membaca artikel tentang Halal dan Haram dalam Islam. Anda diperbolehkan mengcopy paste isi blog ini, namun jangan lupa untuk mencantumkan link ini sebagai sumbernya. Beritahukan kepada saya jika ada Link yang rusak atau tidak berfungsi. Apabila suka dengan postingan ini silahkan di Like dan Share dengan tidak lupa Komentar dan Masukannya.
0 komentar:
Posting Komentar